ABU DAWUD AS – SIJITANI
SULAEMAN BIN AL-ASY’ATS
1. Nama , Kelahiran Dan Sifat-Sifatnya
Nama lengkapnya : Menurut Ibnu Abi Hatim adalah, “Sulaiman bin Al-Asy’ats bin Syidad bin Amr bin Amir.”1 Sedang menurut Al-Khatib Al-Baghdadi, namanya adalah Sulaiman bin Al=Asy’ats bin Syidad bin Amr bin Imran. Dikatakan bahwa kakek kedua Imam Abu Dawud yang bernama Imran adalah salah seorang yang berjuang bersama Ali bin Abi Thalib dalam perang Shiffin.”
Kelahirannya : Adz-Dzahabi berkata,”ia lahir pada tahun 202 Hijriyah. Ia sering melakukan rihlah, mengumpulkan hadist, menelurkan karya dan lihai dalam bidang hadist.”
Abu Ubaid Al-Ajari berkata,”Aku telah mendengar Abu Dawud berkata, “Aku dilahirkan pada tahun 202 Hijriyah dan aku turut menyalati Affan yang meninggal pada tahun 220 Hijriyah. Ketika aku masuk Mesir, mereka berkata, “Kemarin, Utsman bin Al-Haitsam Al-Muadzin meninggal. Aku juga pernah satu kali mengikuti pengajian Abu Umar bin Adh-Dharir.”2
Sifat-sifatnya : Ibrahim bin Alqamah berkata,” Abdullah telah menyerupai Rasulullah dalam memberikan petunjuk, dan Alqamah itu menyerupai Abdullah.”
Jarir bin Abdul Humaid berkata.” Ibrahim telah menyerupai Alqamah dan Mansyur itu menyerupai Ibrahim.”
Selain Jarir berkata , “ Sufyan telah menyerupai Mansyur dan Umar bin Ahmad.”
Abu Ali Al-Qauhastani berkata,” Waqi Al-Jarrah telah menyerupai Sufyan, Ahmad bin Hambal telah menyerupai Waqi dan Abu Dawud menyerupai Imam Ahmad bin Hambal.”
Muhammad bin Bakar bin Abdurrazaq telah berkata dalam kitabnya, “ Imam Abu Dawud As – Sijistani itu bejana luas dan bejana sempit.”
Ketika di katakan kepadanya, “ Yarhamukallah, lalu apa maksud ungkapan itu ?” Maka ia menjawab, “ Dia itu berpengetahuan luas dan orang lain membutuhkannya.”2
1 Ibid
2 Siyar A’lam An – Nubala “, 13/204.
2. Sanjungan Para Ulama Terhadapnya
Abu Bakar Al – Khallal berkata, “Abu Dawud adalah seorang imam terkemuka dan pioner di masanya. Selain wira’i, dia juga salah satu ulama yang telah menelurkan karya dalam bidang hadist tanpa ada sebelumnya. Dia meriwayatkan satu hadist dari Ahmad bin Hambal ketika dia mudzakarah (belajar) bersamanya. Ibrahim Al-Ashfahani dan Abu Bakar bin Shadaqah sangat menghormati Abu Dawud. Mereka selalu menyebut-nyebut nama Abu Dawud tidak sebagaimana nama-nama ulama lain di masanya.”
Ahmad bin Muhammad bin Yasin Al-Harawi berkata,” Dia adalah salah satu ulama yang hafizh dalam Islam karena menghapal dan menguasai banyak hadist Rasulullah berikut makna dan sanad hadist serta illat-illatnya. Dia telah menguasai lebih dari sekedar ibadah, menjauhi perbuatan terlarang yang keji, shalat dan wira’i. Oleh karena itu, dia merupakan pahlawan dalam dunia hadist.”4
Al-Hafizh Musa bin Harun berkata,” Imam Abu Dawud telah tercipta di dunia ini untuk hadist, dan diakhirat untuk surga,”
Alan bin Abd Ash-Shamad berkata,” Aku belajar dari Abu Dawud, dan dia termasuk pahlawan hadist,”5
1 Tarikh Baghdad,9/58
2 Ibid
3 Tahdzib Al-Kamal, 11/364 dan Tarikh Baghdad, 9/57
4 Tahdzib Al-Kamal, 11/365
5 Siyar A’lam An-Nubala, 13/212
Al-Hafizh Abu Abdillah bin Mandah berkata,” Ada empat ulama telah menelurkan karya dalam hadistnya. Mereka dapat membedakan hadist shahih dari tidaknya dan hadist yang benar dari salahnya. Mereka adalah Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan An-Nasa’i”.
Abu Hatim Ibnu Hibban berkata,” Abu Dawud adalah salah seorang imam di dunia yang pandai, berilmu, hafizh, wira’i dan jeli. Dia telah mengumpulkan banyak hadist, membukukannya dan telah mengoreksi karyanya As-Sunan.”
Al-Hakim berkata, “ Abu Dawud adalah imam ahli hadist di masanya tanpa dapat di ragukan lagi.”2
Abu Said Al-Khalil bin Ahmad As-Sajazi Al-Qadhi berkata,” Aku telah mendengar Abu Muhammad Ahmad bin Muhammad bin Al-Laits Al-Qadhi berkata, “ Suatu ketika Sahal bin Abdillah At-Tasatturi datang menemui Abu Dawud. Setelah tiba seseorang berkata kepadanya,” Wahai Abu Dawud, ini adalah Sahal. Ia telah datang untuk berziarah kepadamu.”
Kemudian, Abu Dawud menyambutnya dengan gembira, dan mempersilahkan masuk, lalu Sahal berkata kepada Abu Dawud; “Keluarkanlah lidahmu yang sering kamu gunakan untuk memberikan hadist Rasulullah sehingga aku dapat mengecupnya ! “ Kemudian Abu Dawud menjulurkan lidahnya dan Sahal pun mengecupnya.”
Adz-Dzahabi berkata,” Abu Dawud adalah seorang imam dalam hadist, ulama besar dalam bidang fiqih dan kitab karyanya merupakan bukti akan hal itu. Dia termasuk murid Ahmad bin Hambal yang terkemuka. Sewaktu mulazamah (bersama) dengan Ahmadi bin Hambal, dia banyak bertanya kepada Imam Ahmad tentang permasalahan – permasalahan ushul dan furu’ secara detil,”
Madzhab Abu Dawud adalah madzhab salaf, mengikuti sunnah dan tidak mau masuk kedalam pembicaraan-pembicaraan yang memojok-mojokan pihak tertentu.3
Abu Abdillah Al-Hakim berkata, “ Tidak dapat disangkal lagi bahwa Abu Dawud adalah imam para ulama ahli hadist di masanya. Dia telah melakukan rihlah ke Mesir, Hijaz, Syam, Irak dan Khurasan. Dia telah menulis hadist di Khurasan sebelum bertolak menuju Irak dan Hirah.
Dia juga telah menulis hadist di daerah Baghlan dari Qutaibah dan di Rai dari Ibrahim bin Musa. Sanad Ali berasal dari Al-Qa’nabi, Muslim bin Ibrahim dan yang lain. Pada awalnya, Abu Dawud berdomisili di Naisabur dan menulis hadist di sana, namun akhirnya dia pergi ke Khurasan bersama anaknya , Abu Bakar.”
Musa bin Harun berkata,” Aku belum pernah melihat orang yang lebih utama dari Imam Abu Dawud.”
1 Ibid. 9/57
2 Tahdzib At Tahdzib, 4/151
3 Siyar A’lam An-Nubala, 13/215-216
3. Keutamaan Kitab Sunan Abu Dawud
Al-Khathib Al-Baghdadi berkata,” Abu Dawud bertempat tinggal di Bashrah, namun dia sering keluar masuk Kota Baghdad. Di sana dia meriwayatkan kitab karyanya Al-Mushannaf fi As-Sunan dan para ulama ahli hadist banyak mengutip darinya.
Dikisahkan bahwasannya setelah Abu Dawud selesai menulis kitabnya, dia lalu menyodorkan kepada Ahmad bin Hambal dan Imam Ahmad menyatakan baik dan bagus,”3
Al-Khathib dengan sanadnya dari Abu Bakar bin Dasah, ia berkata,” Aku pernah mendengar Abu Dawud berkata,” Aku telah menulis dari Rasulullah shallahu Alaihi wa Sallam 500.000 (lima ratus ribu) hadist. Kemudian aku memilihnya hingga menjadi 4800 (empat ribu delapan ratus) hadist. Jumlah hadist pilihanku itu termuat dalam kitabku ini. Dalam kitab ini, aku telah mencantumkan hadist shahih, hadist yang menyerupainya dan hadist yang mendekatinya. Cukup bagi manusia untuk urusan agamanya empat hadist berikut ini :
Pertama; Sabda Rasulullah , “ Semua amal itu bergantung dengan niatnya.”
Kedua; Sabda Rasulullah,” Di antara tanda bagusnya keislaman seseorang adalah apabila ia meninggalkan sesuatu yang tidak ada manfaatnya”
Ketiga; Sabda Rasulullah,” Tidak sempurna iman seseorang hingga ia ridha terhadap saudaranya sebagaimana dia ridha terhadap dirinya sendiri.”
Keempat; Sabda Rasulullah,” Halal itu sudah jelas dan haram itu sudah jelas. Diantara halal dan haram ada permasalahan syubhat.”3
dalam siyar A’lam An-Nubala,” 13/210, Adz-Dzahabi memberikan komentar bahwa pernyataan Abu Dawud, “ Cukup bagi manusia untuk urusan agamanya hanya dengan empat hadist saja.” Adalah tidak boleh dan tidak benar. Alasannya, sesungguhnya bagi seorang muslim itu sangat membutuhkan banyak hadist yang shahih bersama Al-Qur’an.
Abu Bakar Muhammad bin Ishaq Ash-Shaghani dan Ibrahim Al-Harbi, keduanya berkata,” Tatkala Abu Dawud menuangkan hadist dalam kitabnya maka dia telah melunakkan hadist sebagaimana Nabi Dawud Alaihissalam telah melunakan besi,”1
Al-Hakim berkata,” Aku telah mendengar Az-Zubair bin Abdilah bin Musa Berkata , “ Aku telah mendengar Muhammad bin Makhlad berkata,” Abu Dawud telah menguasai 100.000 (seratus ribu) hadist. Tatkala dia telah selesai menuangkannya kepada manusia. Pada waktu itu, kitab karya Abu Dawud bagi ulama ahli hadist seperti Al-Qur’an. Mereka mengikutinya dan tidak ada yang melangganya. Para ulama di masa Abu Dawud telah mengakui bahwa Abu Dawud adalah orang hafizh dan pioner dalam bidang hadist,”2
4. Kriteria Syarat yang Diterapkannya dalam Sunan Abu Dawud
Ibnu Dasah berkata, “ Aku telah mendengar Abu Dawud berkata,” Aku masukan dalam kitabku As-Sunan ini hadist yang kadarnya shahih dan mendekati shahih. Apabila terdapat sanad hadist yang wahn syadid (sangat lemah), maka aku akan menjelaskannya.”
Adz-Dzahabi menambahkan ,” Dalam mencantumkan hadist dalam kitabnya ini, Abu Dawud telah berusaha secara maksimal menurut kemampuan ijtihadnya untuk menjelaskan hadist yang menurutnya sanadnya wahn syadid dan yang dimungkinkan wahn. Sedangkan hadist yang didiamkan Abu Dawud, tapa diiringi penjelasan, maka hadist tersebut baginya adalah hadist hasan. Terlebih lagi apabila kami, para ulama, telah memberikan hokum bahwa hadist tersebut adalah hasan.
Istilah ‘hadist hasan’ adalah istilah baru dalam dunia hadist. Dalam pengertian salaf, hadist hasan termasuk hadist shahih yang hukumnya wajib diamalkan, demikianlah pendapat jumhur ulama. Sedang bagi imam Al-Bukhari yang diikuti Imam Muslim, hadist hasan hukumnya marghub fih (dianjurkan dengan sangat untuk diamalkan). Alasannya adalah karena hadist yang demikian itu kedudukannya berada di bawah hadist shahih dan diatas hadist dhaif.
Kalau hadist yang didiamkan Abu Dawud dalam kitabnya tidak termasuk hadist shahih, maka hadist tersebut berada dalam tingkatan antara hadist hasan dan hadist dhait yang tidak bisa digunakan hujjah. Padahal, hadist-hadist dalam kitab Sunan Abu Dawud yang paling shahih itu sebagaimana hadist yang telah dikeluarkan syaikhaini, Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim.
Kemudian, tingkatan hadist berikutnya sebagaimana hadist yang dikeluarkan salah satu syaikhaini, lalu sebagaimana yang telah syaikhaini senangi untuk mengeluarkannya dan tingkat selanjutnya adalah yang di senangi salah satu syaikhaini. Sanad hadist yang demikian itu adalah jayyid (bagus) dan tidak mempunyao illat yang syadz.
Adapun tingkat berikutnya adalah hadist yang sanadnya shaleh (cukup memadai) dan bisa diterima para ulama karena datangnya matan hadist serupa dengan sanad lain, baik hadist tersebut jumlahnya dua atau lebih dengan sanad yang lain, baik hadist tersebut jumlahnya dua atau lebih dengan sanad yang sama-sama layyin (lemah). Sanad –sanad yang layyin ini, satu sama lain saling menguatkan.
Tingkat berikutnya adalah hadist yang sanadnya dianggap dhaif akibat kemampuan menghafal perawinya naqish (kurang). Untuk perawi yang kadarnya demikian ini, Abu Dawud kebanyakan jarang memberikan keterangan.
Berikutnya adalah tingkatan hadist yang perawinya dhaif dimana Abu Dawud mengiringinya dengan keterangan. Terkadang sekali Abu Dawud diam tanpa memberikan keterangan apabila perawi tersebut kadar kedhaifannya sudah masyhur,”1
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata, “Perkataan Abu Dawud bahwa apabila dia meriwatkan hadist dengan sanad yang wahn syadid, maka dia telah menjelaskannya” dapat dipahami bahwa apabila perawi itu tidak terlalu lemah, maka dia tidak akan menjelaskannya. Berangkat dari sini, dapat disimpulkan bahwa semua hadist yang sanadnya didiamkannya bukanlah hadist hasan apabila hadist tersebutdatang dari arah yang lain.
Kedua tipe ini, hadist yang didiamkan tanpa ada riwayat lain yang mendukungnya dan hadist yang didiamkan tetapi datang dari arah lain, jumlahnya sangat banyak.
Diantara hadist tersebut terdapat hadist dhaif karena umumnya diriwayatkan perawi yang ulama tidak sepakat untuk meninggalkan hadistnya. Semua pembagian hadist menurut Abu Dawud dapat digunakan hujjah . Ibnu Mandah mengutip pernyataan Abu Dawud bahwasannya dia terpaksa mencantumkan hadist dhaif apabila dalam bab itu tidak dijumpai selain hadist dhaif tersebut.”
Imam An-Nawawi berkata,” Ada beberapa hadist dalam Sunan Abu Dawud yang secara lahirnya dhaif, akan tetapi dia tidak menjelaskannya. Menyikapi hadist yang demikian ini, sepanjang tidak ada penjelasan shahih atau hasan dari ulama yang pantas diikuti dan dijadikan pegangan, menurut pendapat yang hak, hadist tersebut adalah hasan.
Sedangkan, apabila ada pernyataan dari ulama yang bisa di jadikan pegangan atau ada seorang bijak yang melihat bahwa di dalam sanad hadist terdapat unsur yang mengharuskan untuk mendhaifkannya, sedang di sisi lain tidak dijumpai datangnya riwayat lain, maka hadist tersebut adalah dhaif. Oleh karena itu jangan terpengaruh pada sikap diam Abu Dawud setelah menuturkan hadist dalam kitabnya,”1
Penahqiq Siyar A’lam An-Nubala’ berkata,” Abu Dawud telah meriwayatkan hadist dari sekelompok perawi dhaif tanpa menjelaskannya. Di antara mereka itu adalah; Ibnu Luhai’ah, Shaleh budak At-Tu’amah, Abdullah bin Muhammad bin Uqail, Musa bin Wardan dan Salamah bin Al-Fadhl.
Oleh karena itu, tidak seharusnya bagi kritikus untuk bertaklid mengikuti Abu Dawud yang tidak memberikan penjelasan terhadap para perawi dan menggunakannya sebagai hujjah. Kritikus seharusnya mengambil langkah untuk melihat dan memperhatikan apakah hadist tersebut diikuti hadist lain atau hadist itu adalah hadist gharib? Apabila perawi hadist berbeda penyawatannya dengan perawi yang lebih tsiqah darinya, maka hadist perawi dhaif tersebut kedudukannya akan turun menjadi hadist mungkar.
Sesungguhnya, Abu Dawud telah meriwayatkan hadist dari para perawi yang lebih dhaif lagi semisal Harits bin Hayyah, Shadaqah Ad-Daqiqi, Amr bin Waqid Al-Umri, Muhammad bin Abdirrahman Al-Bailamani, Abu Hayyan Al-Kalabi, Sulaiman bin arqam dan isqak bin Abdillah bin Abi Farwah. Mereka semuanya adalah matruk (hadistnya di tinggalkan).
Dalam Sunan Abu Dawud juga terdapat hadist yang sanadnya munqathi’(terputus), hadist mudallas dengan ‘an’anah dan perawi yang namanya disamarkan. Terhadap perawi yang demikian ini, tidak selayaknya hadist riwayat mereka diberi hukum hasan karena Abu Dawud mendiamkannya tanpa memberikan penjelasan.
Sebuah catatan penting, Abu Dawud mendiamkan mereka karena beberapa faktor, diantaranya adalah :
Pertama; Telah dijelaskan dalam pembahasan di depannya.
Kedua; Karena lupa.
Ketiga; Perawi tersebut sangat lemah dan ulama telah sepakat untuk tidak mengambil hadist darinya semisal Abu Al-Huwairits dan Yahya bin Al-Ala’.
Keempat; Ini yang paling sering terjadi, yaitu perbedaan pendapat dari para ahli hadist orang yang meriwayatkan hadist darinya. Sesungguhnya riwayat Abdul Hasan bin Al-Abd darinya adalah contoh riwayat yang banyak mendapatkan reaksi tidak sebagaimana riwayat Al-Lu’lu;.”1
5. Guru dan Murid-muridnya
Guru-gurunya: Al-Hafizh berkata, “ Abu Dawud meriwayatkan hadist dari Abu Salamah At-Tabudzaki, Abul Walid Ath-Thayalasi, Muhammad bin Katsir Al-Abdi, Muslim bin Ibrahim, Abu Umar Al-Haudi, Abu Taubah Al-Halabi, Sulaiman bin Abdirrahman ad-Dimasyqi.
Juga, Said bin Sulaiman Al-Wasithi, Shufwan bin Sahleh Ad-Dimasyqi, Abu Ja’far An-Nuqaili, Ahmad, Ali, Yahya, Ishaq, Qathn bin Nusair, dan masih banyak lagi, baik dari Irak, Khurasan, Syam, Mesir, Jazirah maupun dari daerah lain.”
Murid-muridnya: sebagaimana dikatakan Al-Hafizh antara lain adalah; Abu Ali Muhammad bin Ahmad bin Amr Al-Lu’lu’, Abu Ath-Thayib Ahmad bin Ibrahim bin Abdirrahman Al-Asynani, Abu Amr Ahmad bin Ali bin Al Hasan Al-Bashari, Abu Said Ahmad bin Muhammad bin Ziyad Al-A’rabi, Abu Bakar Muhammad bin Abdurrazaq bin Dassah, Abdul hasan Ali bin Al-Hasan bin Al-Abd Al-Anshari, Abu Isa Ishaq bin Musa bin Said Ar-Ramali Warraqah dan Abu Usamah Muhammad bin Abdil Malik bin Yazid Ar-Ruwas. Mereka semua perawi Kitab Sunan Abu Dawud dari Abu Dawud.
Sedang Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Ya’kub Al-Mutusti Al-Bashari adalah perawi Kitab AR-Rad’ala Ahl Al’Qadr dari Imam Abu Dawud. Abu Bakar Ahmad Sulaiman An-Najjar adalah perawi Kitab An-Nasikhwa Al-mansukh; Abu Ubaid Muhammad bin Ali bin Utsman Al-Ajari Al-Hafizh adalah perawi kitab Al-Masa’il darinya; dan ismail bin Muhammad Al-Muzhaffar adalah perawi Musnad Malik dari Imam Abu Dawud.
Termasuk muridnya juga antara lain ; Abu Abdurrahman An-Nasa’I, Abu Isa At-Tirmidzi, Harb bin Ismail Al-Karmani, Zakaria As-Saji, Abu bakar Ahmad bin Muhammad bin Harun Al-Khalal Al-Hambali, Abdullah bin Ahmad bin Musa Abdan Al-Ahwaji, Abu Basyar Abu Bakar bin Ahmad Ad-Dulabi, Abu Awwanah Ya’qub bin Ishaq Al-Asfarayini, anak Abu Dawud yang bernama Abu Bakar, Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abi Ad-Dunya.
Juga, Ibrahim bin Humaid bin Ibrahim bin Yunus Al-Aquli, Abu Hamid Ahmad bin Ja’far Al-Ashfahani, Ahmad bin Ma’la bin Yazid Ad-Dimasyqi, Ahmad bin Muhammad Yasin Al-Harawi, Al-Hasan bin Shahib Asy-Syasyi, Al-Husain bin Idris Al-Anshari, Abdullah bin Muhammad bin Abdil Karim Ar-Razi, Ali bin Abd Ash-Shamad Na’imah, Muhammad bin Makhlad Ad Duri, Muhammad bin Ja’far bin Al-Mustafadh Al-Faryabi, Abu Bakar Muhammad bin Yahya Ash-Shuli dan masih banyak yang lain,”1
6. Atsarnya
1. As-Sunan
Telah dijelaskan di depan tentang kelebihan kitab tersebut berikut kriteria hadist yang telah dicantumkan di dalamnya. Banyak ulama telah memberikan syarah kitab ini, diantaranya adalah Al-Khaththabi yang meninggal pada tahun 388 hijriyah dengan nama Ma’alim As-Sunan.
Sedangkan, syarah yang paling terkenal dan paling banyak beredar adalah ‘Aun Al-Ma’bud Syarh Sunan Abu Dawud karya Abu Ath-Thayib Muhammad bin Syamsul Haq Abadi dan Syarah Ibnul Qayyim Al-Jauziyah Al-Hafizh.
2. Az-Zuhd
Kitab ini telah dicetak oleh Dar Al-Mansya’ah Li An-Nasyr wa At-Tauzi’ dengan tahqiq Yasir bin Ibrahim bin Muhammad dan Ghanim bin Abbas bin Ghanim. Kitab Az-Zuhd ini dari riwayat Ibnul A’rabi dari Abu Dawud As-Sijistani.
Abu Dawud telah menulisnya berdasarkan musnad sahabat dan tabi’in. Dia memulai dengan menyebutkan sebagian atsar tentang Bani Ismail, kemudian hadist sepuluh sahabat yang mendapatkan kabar gembira surga kecuali Said bin Zaid. Isi kitab ini mencapai 521 atsar yang di dominasi oleh nama-nama Tabi’in terkemuka.
3. Sebuah risalah tentang perjalanan dan lika-liku Abu Dawud dalam menelurkan Sunan Abu Dawud. Risalah ini telah terbit dengan tahqiq Muhammad Zahid Al-Kautsari, Kairo, 1369 Hijriyah.
4. Al-Marasil
Kitab ini juga telah dicetak di Kairo, 1310 Hijriyah.
Selain nama-nama diatas, Abu Dawud juga mempunyai karya lain, seperti Kitab Ar-Rijal, Al-Qadr dan Al-Masa’il yang berisi permasalahan-permasalahan yang Abu Dawud tidak sependapat dengan Ahmad bin Hambal.
Disamping itu, dia juga mempunyai karya kitab Tasmiyah Ukhuwwah Al-Ladzina Ruwiya ‘Anhum Al-Hadist. Keterangan lebih jelasnya, silahkan melihat Tarikh At-Turats, 1/238, karya Fu’ad Sazkin.
7. Sebagian Kisah dan Mutiara Katanya
Al-Khaththabi berkata, “ Abdullah bin Muhammad Al-Maska telah memberikan kabar kepadaku, ia berkata, “ Abu Bakar Ibnu Jabir, pelayan Abu Dawud, telah memberikan kabar kepadaku, dia berkata,” Waktu itu aku bersama Abu Dawud di Baghdad. Ketika aku tengah shalat Maghrib, tiba-tiba datang seorang amir bernama Abu Ahmad Al-Muwaffaq.
Ketika amir masuk, dan Abu Dawud melihat kedatangannya, maka dia menyambutnya. Abu Dawud berkata,” Ada apakah gerangan sehingga amir datang kemari di waktu seperti ini?”
Amir itu menjawab,” Yang membuatku datang kemari adalah tiga hal.” Ketika Abu Dawud menanyakan tiga hal tersebut, amir pun menjelaskan maksudnya dengan berkata, “ Aku meminta agar kamu pindah dari sini dan ambilah Bashrah sebagai tempat tinggalmu agar orang-orang yang mencari ilmu datang kepadamu untuk menimba ilmu dan berguru kepadamu. Sesungguhnya semangat mencari ilmu kini telah merosot akibat peristiwa Az-Zanji, ini yang pertama.
Keduanya, ajarkan kepada anak-anakku hadist, dan ketiganya adalah buatlah pertemuan khusus buat anak-anakku. Sesungguhnya anak penguasa tidak bisa duduk bersama masyarakat umum,”
Abu Dawud lalu berkata,” Yang pertama dan yang kedua aku dapat menyanggupinya. Adapun yang ketiga, aku tidak bisa melakukannya. Sesungguhnya semua manusia dalam hal ilmu adalah sama.”
Ibnu Jabir menambahkan, Anak-Anak amir itu akhirnya datang dan duduk dalam pengajian Abu Dawud dengan satir pembatas dari peserta pengajian yang lain,”1
Al-Khathib meriwayatkan dengan sanad dari Abu Bakar bin Abi Dawud, ia berkata,” Aku telah mendengar ayahku berkata, “ Syahwat yang tersamar adalah cinta kekuasaan,”2
Dalam kesempatan yang lain, Abu Bakar bin Abi Dawud berkata, “ Aku pernah mendengar ayahku sedang berkata,”Sebaik-baik pembicaraan adalah sesuatu yang masuk ketelinga tanpa ada izin,”3
Abu Ubaid Al-Ajari berkata, “ Abu Dawud meninggal pada tanggal 16 Syawal tahun 275 Hijriyah.”4[*]
SULAEMAN BIN AL-ASY’ATS
1. Nama , Kelahiran Dan Sifat-Sifatnya
Nama lengkapnya : Menurut Ibnu Abi Hatim adalah, “Sulaiman bin Al-Asy’ats bin Syidad bin Amr bin Amir.”1 Sedang menurut Al-Khatib Al-Baghdadi, namanya adalah Sulaiman bin Al=Asy’ats bin Syidad bin Amr bin Imran. Dikatakan bahwa kakek kedua Imam Abu Dawud yang bernama Imran adalah salah seorang yang berjuang bersama Ali bin Abi Thalib dalam perang Shiffin.”
Kelahirannya : Adz-Dzahabi berkata,”ia lahir pada tahun 202 Hijriyah. Ia sering melakukan rihlah, mengumpulkan hadist, menelurkan karya dan lihai dalam bidang hadist.”
Abu Ubaid Al-Ajari berkata,”Aku telah mendengar Abu Dawud berkata, “Aku dilahirkan pada tahun 202 Hijriyah dan aku turut menyalati Affan yang meninggal pada tahun 220 Hijriyah. Ketika aku masuk Mesir, mereka berkata, “Kemarin, Utsman bin Al-Haitsam Al-Muadzin meninggal. Aku juga pernah satu kali mengikuti pengajian Abu Umar bin Adh-Dharir.”2
Sifat-sifatnya : Ibrahim bin Alqamah berkata,” Abdullah telah menyerupai Rasulullah dalam memberikan petunjuk, dan Alqamah itu menyerupai Abdullah.”
Jarir bin Abdul Humaid berkata.” Ibrahim telah menyerupai Alqamah dan Mansyur itu menyerupai Ibrahim.”
Selain Jarir berkata , “ Sufyan telah menyerupai Mansyur dan Umar bin Ahmad.”
Abu Ali Al-Qauhastani berkata,” Waqi Al-Jarrah telah menyerupai Sufyan, Ahmad bin Hambal telah menyerupai Waqi dan Abu Dawud menyerupai Imam Ahmad bin Hambal.”
Muhammad bin Bakar bin Abdurrazaq telah berkata dalam kitabnya, “ Imam Abu Dawud As – Sijistani itu bejana luas dan bejana sempit.”
Ketika di katakan kepadanya, “ Yarhamukallah, lalu apa maksud ungkapan itu ?” Maka ia menjawab, “ Dia itu berpengetahuan luas dan orang lain membutuhkannya.”2
1 Ibid
2 Siyar A’lam An – Nubala “, 13/204.
2. Sanjungan Para Ulama Terhadapnya
Abu Bakar Al – Khallal berkata, “Abu Dawud adalah seorang imam terkemuka dan pioner di masanya. Selain wira’i, dia juga salah satu ulama yang telah menelurkan karya dalam bidang hadist tanpa ada sebelumnya. Dia meriwayatkan satu hadist dari Ahmad bin Hambal ketika dia mudzakarah (belajar) bersamanya. Ibrahim Al-Ashfahani dan Abu Bakar bin Shadaqah sangat menghormati Abu Dawud. Mereka selalu menyebut-nyebut nama Abu Dawud tidak sebagaimana nama-nama ulama lain di masanya.”
Ahmad bin Muhammad bin Yasin Al-Harawi berkata,” Dia adalah salah satu ulama yang hafizh dalam Islam karena menghapal dan menguasai banyak hadist Rasulullah berikut makna dan sanad hadist serta illat-illatnya. Dia telah menguasai lebih dari sekedar ibadah, menjauhi perbuatan terlarang yang keji, shalat dan wira’i. Oleh karena itu, dia merupakan pahlawan dalam dunia hadist.”4
Al-Hafizh Musa bin Harun berkata,” Imam Abu Dawud telah tercipta di dunia ini untuk hadist, dan diakhirat untuk surga,”
Alan bin Abd Ash-Shamad berkata,” Aku belajar dari Abu Dawud, dan dia termasuk pahlawan hadist,”5
1 Tarikh Baghdad,9/58
2 Ibid
3 Tahdzib Al-Kamal, 11/364 dan Tarikh Baghdad, 9/57
4 Tahdzib Al-Kamal, 11/365
5 Siyar A’lam An-Nubala, 13/212
Al-Hafizh Abu Abdillah bin Mandah berkata,” Ada empat ulama telah menelurkan karya dalam hadistnya. Mereka dapat membedakan hadist shahih dari tidaknya dan hadist yang benar dari salahnya. Mereka adalah Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan An-Nasa’i”.
Abu Hatim Ibnu Hibban berkata,” Abu Dawud adalah salah seorang imam di dunia yang pandai, berilmu, hafizh, wira’i dan jeli. Dia telah mengumpulkan banyak hadist, membukukannya dan telah mengoreksi karyanya As-Sunan.”
Al-Hakim berkata, “ Abu Dawud adalah imam ahli hadist di masanya tanpa dapat di ragukan lagi.”2
Abu Said Al-Khalil bin Ahmad As-Sajazi Al-Qadhi berkata,” Aku telah mendengar Abu Muhammad Ahmad bin Muhammad bin Al-Laits Al-Qadhi berkata, “ Suatu ketika Sahal bin Abdillah At-Tasatturi datang menemui Abu Dawud. Setelah tiba seseorang berkata kepadanya,” Wahai Abu Dawud, ini adalah Sahal. Ia telah datang untuk berziarah kepadamu.”
Kemudian, Abu Dawud menyambutnya dengan gembira, dan mempersilahkan masuk, lalu Sahal berkata kepada Abu Dawud; “Keluarkanlah lidahmu yang sering kamu gunakan untuk memberikan hadist Rasulullah sehingga aku dapat mengecupnya ! “ Kemudian Abu Dawud menjulurkan lidahnya dan Sahal pun mengecupnya.”
Adz-Dzahabi berkata,” Abu Dawud adalah seorang imam dalam hadist, ulama besar dalam bidang fiqih dan kitab karyanya merupakan bukti akan hal itu. Dia termasuk murid Ahmad bin Hambal yang terkemuka. Sewaktu mulazamah (bersama) dengan Ahmadi bin Hambal, dia banyak bertanya kepada Imam Ahmad tentang permasalahan – permasalahan ushul dan furu’ secara detil,”
Madzhab Abu Dawud adalah madzhab salaf, mengikuti sunnah dan tidak mau masuk kedalam pembicaraan-pembicaraan yang memojok-mojokan pihak tertentu.3
Abu Abdillah Al-Hakim berkata, “ Tidak dapat disangkal lagi bahwa Abu Dawud adalah imam para ulama ahli hadist di masanya. Dia telah melakukan rihlah ke Mesir, Hijaz, Syam, Irak dan Khurasan. Dia telah menulis hadist di Khurasan sebelum bertolak menuju Irak dan Hirah.
Dia juga telah menulis hadist di daerah Baghlan dari Qutaibah dan di Rai dari Ibrahim bin Musa. Sanad Ali berasal dari Al-Qa’nabi, Muslim bin Ibrahim dan yang lain. Pada awalnya, Abu Dawud berdomisili di Naisabur dan menulis hadist di sana, namun akhirnya dia pergi ke Khurasan bersama anaknya , Abu Bakar.”
Musa bin Harun berkata,” Aku belum pernah melihat orang yang lebih utama dari Imam Abu Dawud.”
1 Ibid. 9/57
2 Tahdzib At Tahdzib, 4/151
3 Siyar A’lam An-Nubala, 13/215-216
3. Keutamaan Kitab Sunan Abu Dawud
Al-Khathib Al-Baghdadi berkata,” Abu Dawud bertempat tinggal di Bashrah, namun dia sering keluar masuk Kota Baghdad. Di sana dia meriwayatkan kitab karyanya Al-Mushannaf fi As-Sunan dan para ulama ahli hadist banyak mengutip darinya.
Dikisahkan bahwasannya setelah Abu Dawud selesai menulis kitabnya, dia lalu menyodorkan kepada Ahmad bin Hambal dan Imam Ahmad menyatakan baik dan bagus,”3
Al-Khathib dengan sanadnya dari Abu Bakar bin Dasah, ia berkata,” Aku pernah mendengar Abu Dawud berkata,” Aku telah menulis dari Rasulullah shallahu Alaihi wa Sallam 500.000 (lima ratus ribu) hadist. Kemudian aku memilihnya hingga menjadi 4800 (empat ribu delapan ratus) hadist. Jumlah hadist pilihanku itu termuat dalam kitabku ini. Dalam kitab ini, aku telah mencantumkan hadist shahih, hadist yang menyerupainya dan hadist yang mendekatinya. Cukup bagi manusia untuk urusan agamanya empat hadist berikut ini :
Pertama; Sabda Rasulullah , “ Semua amal itu bergantung dengan niatnya.”
Kedua; Sabda Rasulullah,” Di antara tanda bagusnya keislaman seseorang adalah apabila ia meninggalkan sesuatu yang tidak ada manfaatnya”
Ketiga; Sabda Rasulullah,” Tidak sempurna iman seseorang hingga ia ridha terhadap saudaranya sebagaimana dia ridha terhadap dirinya sendiri.”
Keempat; Sabda Rasulullah,” Halal itu sudah jelas dan haram itu sudah jelas. Diantara halal dan haram ada permasalahan syubhat.”3
dalam siyar A’lam An-Nubala,” 13/210, Adz-Dzahabi memberikan komentar bahwa pernyataan Abu Dawud, “ Cukup bagi manusia untuk urusan agamanya hanya dengan empat hadist saja.” Adalah tidak boleh dan tidak benar. Alasannya, sesungguhnya bagi seorang muslim itu sangat membutuhkan banyak hadist yang shahih bersama Al-Qur’an.
Abu Bakar Muhammad bin Ishaq Ash-Shaghani dan Ibrahim Al-Harbi, keduanya berkata,” Tatkala Abu Dawud menuangkan hadist dalam kitabnya maka dia telah melunakkan hadist sebagaimana Nabi Dawud Alaihissalam telah melunakan besi,”1
Al-Hakim berkata,” Aku telah mendengar Az-Zubair bin Abdilah bin Musa Berkata , “ Aku telah mendengar Muhammad bin Makhlad berkata,” Abu Dawud telah menguasai 100.000 (seratus ribu) hadist. Tatkala dia telah selesai menuangkannya kepada manusia. Pada waktu itu, kitab karya Abu Dawud bagi ulama ahli hadist seperti Al-Qur’an. Mereka mengikutinya dan tidak ada yang melangganya. Para ulama di masa Abu Dawud telah mengakui bahwa Abu Dawud adalah orang hafizh dan pioner dalam bidang hadist,”2
4. Kriteria Syarat yang Diterapkannya dalam Sunan Abu Dawud
Ibnu Dasah berkata, “ Aku telah mendengar Abu Dawud berkata,” Aku masukan dalam kitabku As-Sunan ini hadist yang kadarnya shahih dan mendekati shahih. Apabila terdapat sanad hadist yang wahn syadid (sangat lemah), maka aku akan menjelaskannya.”
Adz-Dzahabi menambahkan ,” Dalam mencantumkan hadist dalam kitabnya ini, Abu Dawud telah berusaha secara maksimal menurut kemampuan ijtihadnya untuk menjelaskan hadist yang menurutnya sanadnya wahn syadid dan yang dimungkinkan wahn. Sedangkan hadist yang didiamkan Abu Dawud, tapa diiringi penjelasan, maka hadist tersebut baginya adalah hadist hasan. Terlebih lagi apabila kami, para ulama, telah memberikan hokum bahwa hadist tersebut adalah hasan.
Istilah ‘hadist hasan’ adalah istilah baru dalam dunia hadist. Dalam pengertian salaf, hadist hasan termasuk hadist shahih yang hukumnya wajib diamalkan, demikianlah pendapat jumhur ulama. Sedang bagi imam Al-Bukhari yang diikuti Imam Muslim, hadist hasan hukumnya marghub fih (dianjurkan dengan sangat untuk diamalkan). Alasannya adalah karena hadist yang demikian itu kedudukannya berada di bawah hadist shahih dan diatas hadist dhaif.
Kalau hadist yang didiamkan Abu Dawud dalam kitabnya tidak termasuk hadist shahih, maka hadist tersebut berada dalam tingkatan antara hadist hasan dan hadist dhait yang tidak bisa digunakan hujjah. Padahal, hadist-hadist dalam kitab Sunan Abu Dawud yang paling shahih itu sebagaimana hadist yang telah dikeluarkan syaikhaini, Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim.
Kemudian, tingkatan hadist berikutnya sebagaimana hadist yang dikeluarkan salah satu syaikhaini, lalu sebagaimana yang telah syaikhaini senangi untuk mengeluarkannya dan tingkat selanjutnya adalah yang di senangi salah satu syaikhaini. Sanad hadist yang demikian itu adalah jayyid (bagus) dan tidak mempunyao illat yang syadz.
Adapun tingkat berikutnya adalah hadist yang sanadnya shaleh (cukup memadai) dan bisa diterima para ulama karena datangnya matan hadist serupa dengan sanad lain, baik hadist tersebut jumlahnya dua atau lebih dengan sanad yang lain, baik hadist tersebut jumlahnya dua atau lebih dengan sanad yang sama-sama layyin (lemah). Sanad –sanad yang layyin ini, satu sama lain saling menguatkan.
Tingkat berikutnya adalah hadist yang sanadnya dianggap dhaif akibat kemampuan menghafal perawinya naqish (kurang). Untuk perawi yang kadarnya demikian ini, Abu Dawud kebanyakan jarang memberikan keterangan.
Berikutnya adalah tingkatan hadist yang perawinya dhaif dimana Abu Dawud mengiringinya dengan keterangan. Terkadang sekali Abu Dawud diam tanpa memberikan keterangan apabila perawi tersebut kadar kedhaifannya sudah masyhur,”1
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata, “Perkataan Abu Dawud bahwa apabila dia meriwatkan hadist dengan sanad yang wahn syadid, maka dia telah menjelaskannya” dapat dipahami bahwa apabila perawi itu tidak terlalu lemah, maka dia tidak akan menjelaskannya. Berangkat dari sini, dapat disimpulkan bahwa semua hadist yang sanadnya didiamkannya bukanlah hadist hasan apabila hadist tersebutdatang dari arah yang lain.
Kedua tipe ini, hadist yang didiamkan tanpa ada riwayat lain yang mendukungnya dan hadist yang didiamkan tetapi datang dari arah lain, jumlahnya sangat banyak.
Diantara hadist tersebut terdapat hadist dhaif karena umumnya diriwayatkan perawi yang ulama tidak sepakat untuk meninggalkan hadistnya. Semua pembagian hadist menurut Abu Dawud dapat digunakan hujjah . Ibnu Mandah mengutip pernyataan Abu Dawud bahwasannya dia terpaksa mencantumkan hadist dhaif apabila dalam bab itu tidak dijumpai selain hadist dhaif tersebut.”
Imam An-Nawawi berkata,” Ada beberapa hadist dalam Sunan Abu Dawud yang secara lahirnya dhaif, akan tetapi dia tidak menjelaskannya. Menyikapi hadist yang demikian ini, sepanjang tidak ada penjelasan shahih atau hasan dari ulama yang pantas diikuti dan dijadikan pegangan, menurut pendapat yang hak, hadist tersebut adalah hasan.
Sedangkan, apabila ada pernyataan dari ulama yang bisa di jadikan pegangan atau ada seorang bijak yang melihat bahwa di dalam sanad hadist terdapat unsur yang mengharuskan untuk mendhaifkannya, sedang di sisi lain tidak dijumpai datangnya riwayat lain, maka hadist tersebut adalah dhaif. Oleh karena itu jangan terpengaruh pada sikap diam Abu Dawud setelah menuturkan hadist dalam kitabnya,”1
Penahqiq Siyar A’lam An-Nubala’ berkata,” Abu Dawud telah meriwayatkan hadist dari sekelompok perawi dhaif tanpa menjelaskannya. Di antara mereka itu adalah; Ibnu Luhai’ah, Shaleh budak At-Tu’amah, Abdullah bin Muhammad bin Uqail, Musa bin Wardan dan Salamah bin Al-Fadhl.
Oleh karena itu, tidak seharusnya bagi kritikus untuk bertaklid mengikuti Abu Dawud yang tidak memberikan penjelasan terhadap para perawi dan menggunakannya sebagai hujjah. Kritikus seharusnya mengambil langkah untuk melihat dan memperhatikan apakah hadist tersebut diikuti hadist lain atau hadist itu adalah hadist gharib? Apabila perawi hadist berbeda penyawatannya dengan perawi yang lebih tsiqah darinya, maka hadist perawi dhaif tersebut kedudukannya akan turun menjadi hadist mungkar.
Sesungguhnya, Abu Dawud telah meriwayatkan hadist dari para perawi yang lebih dhaif lagi semisal Harits bin Hayyah, Shadaqah Ad-Daqiqi, Amr bin Waqid Al-Umri, Muhammad bin Abdirrahman Al-Bailamani, Abu Hayyan Al-Kalabi, Sulaiman bin arqam dan isqak bin Abdillah bin Abi Farwah. Mereka semuanya adalah matruk (hadistnya di tinggalkan).
Dalam Sunan Abu Dawud juga terdapat hadist yang sanadnya munqathi’(terputus), hadist mudallas dengan ‘an’anah dan perawi yang namanya disamarkan. Terhadap perawi yang demikian ini, tidak selayaknya hadist riwayat mereka diberi hukum hasan karena Abu Dawud mendiamkannya tanpa memberikan penjelasan.
Sebuah catatan penting, Abu Dawud mendiamkan mereka karena beberapa faktor, diantaranya adalah :
Pertama; Telah dijelaskan dalam pembahasan di depannya.
Kedua; Karena lupa.
Ketiga; Perawi tersebut sangat lemah dan ulama telah sepakat untuk tidak mengambil hadist darinya semisal Abu Al-Huwairits dan Yahya bin Al-Ala’.
Keempat; Ini yang paling sering terjadi, yaitu perbedaan pendapat dari para ahli hadist orang yang meriwayatkan hadist darinya. Sesungguhnya riwayat Abdul Hasan bin Al-Abd darinya adalah contoh riwayat yang banyak mendapatkan reaksi tidak sebagaimana riwayat Al-Lu’lu;.”1
5. Guru dan Murid-muridnya
Guru-gurunya: Al-Hafizh berkata, “ Abu Dawud meriwayatkan hadist dari Abu Salamah At-Tabudzaki, Abul Walid Ath-Thayalasi, Muhammad bin Katsir Al-Abdi, Muslim bin Ibrahim, Abu Umar Al-Haudi, Abu Taubah Al-Halabi, Sulaiman bin Abdirrahman ad-Dimasyqi.
Juga, Said bin Sulaiman Al-Wasithi, Shufwan bin Sahleh Ad-Dimasyqi, Abu Ja’far An-Nuqaili, Ahmad, Ali, Yahya, Ishaq, Qathn bin Nusair, dan masih banyak lagi, baik dari Irak, Khurasan, Syam, Mesir, Jazirah maupun dari daerah lain.”
Murid-muridnya: sebagaimana dikatakan Al-Hafizh antara lain adalah; Abu Ali Muhammad bin Ahmad bin Amr Al-Lu’lu’, Abu Ath-Thayib Ahmad bin Ibrahim bin Abdirrahman Al-Asynani, Abu Amr Ahmad bin Ali bin Al Hasan Al-Bashari, Abu Said Ahmad bin Muhammad bin Ziyad Al-A’rabi, Abu Bakar Muhammad bin Abdurrazaq bin Dassah, Abdul hasan Ali bin Al-Hasan bin Al-Abd Al-Anshari, Abu Isa Ishaq bin Musa bin Said Ar-Ramali Warraqah dan Abu Usamah Muhammad bin Abdil Malik bin Yazid Ar-Ruwas. Mereka semua perawi Kitab Sunan Abu Dawud dari Abu Dawud.
Sedang Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Ya’kub Al-Mutusti Al-Bashari adalah perawi Kitab AR-Rad’ala Ahl Al’Qadr dari Imam Abu Dawud. Abu Bakar Ahmad Sulaiman An-Najjar adalah perawi Kitab An-Nasikhwa Al-mansukh; Abu Ubaid Muhammad bin Ali bin Utsman Al-Ajari Al-Hafizh adalah perawi kitab Al-Masa’il darinya; dan ismail bin Muhammad Al-Muzhaffar adalah perawi Musnad Malik dari Imam Abu Dawud.
Termasuk muridnya juga antara lain ; Abu Abdurrahman An-Nasa’I, Abu Isa At-Tirmidzi, Harb bin Ismail Al-Karmani, Zakaria As-Saji, Abu bakar Ahmad bin Muhammad bin Harun Al-Khalal Al-Hambali, Abdullah bin Ahmad bin Musa Abdan Al-Ahwaji, Abu Basyar Abu Bakar bin Ahmad Ad-Dulabi, Abu Awwanah Ya’qub bin Ishaq Al-Asfarayini, anak Abu Dawud yang bernama Abu Bakar, Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abi Ad-Dunya.
Juga, Ibrahim bin Humaid bin Ibrahim bin Yunus Al-Aquli, Abu Hamid Ahmad bin Ja’far Al-Ashfahani, Ahmad bin Ma’la bin Yazid Ad-Dimasyqi, Ahmad bin Muhammad Yasin Al-Harawi, Al-Hasan bin Shahib Asy-Syasyi, Al-Husain bin Idris Al-Anshari, Abdullah bin Muhammad bin Abdil Karim Ar-Razi, Ali bin Abd Ash-Shamad Na’imah, Muhammad bin Makhlad Ad Duri, Muhammad bin Ja’far bin Al-Mustafadh Al-Faryabi, Abu Bakar Muhammad bin Yahya Ash-Shuli dan masih banyak yang lain,”1
6. Atsarnya
1. As-Sunan
Telah dijelaskan di depan tentang kelebihan kitab tersebut berikut kriteria hadist yang telah dicantumkan di dalamnya. Banyak ulama telah memberikan syarah kitab ini, diantaranya adalah Al-Khaththabi yang meninggal pada tahun 388 hijriyah dengan nama Ma’alim As-Sunan.
Sedangkan, syarah yang paling terkenal dan paling banyak beredar adalah ‘Aun Al-Ma’bud Syarh Sunan Abu Dawud karya Abu Ath-Thayib Muhammad bin Syamsul Haq Abadi dan Syarah Ibnul Qayyim Al-Jauziyah Al-Hafizh.
2. Az-Zuhd
Kitab ini telah dicetak oleh Dar Al-Mansya’ah Li An-Nasyr wa At-Tauzi’ dengan tahqiq Yasir bin Ibrahim bin Muhammad dan Ghanim bin Abbas bin Ghanim. Kitab Az-Zuhd ini dari riwayat Ibnul A’rabi dari Abu Dawud As-Sijistani.
Abu Dawud telah menulisnya berdasarkan musnad sahabat dan tabi’in. Dia memulai dengan menyebutkan sebagian atsar tentang Bani Ismail, kemudian hadist sepuluh sahabat yang mendapatkan kabar gembira surga kecuali Said bin Zaid. Isi kitab ini mencapai 521 atsar yang di dominasi oleh nama-nama Tabi’in terkemuka.
3. Sebuah risalah tentang perjalanan dan lika-liku Abu Dawud dalam menelurkan Sunan Abu Dawud. Risalah ini telah terbit dengan tahqiq Muhammad Zahid Al-Kautsari, Kairo, 1369 Hijriyah.
4. Al-Marasil
Kitab ini juga telah dicetak di Kairo, 1310 Hijriyah.
Selain nama-nama diatas, Abu Dawud juga mempunyai karya lain, seperti Kitab Ar-Rijal, Al-Qadr dan Al-Masa’il yang berisi permasalahan-permasalahan yang Abu Dawud tidak sependapat dengan Ahmad bin Hambal.
Disamping itu, dia juga mempunyai karya kitab Tasmiyah Ukhuwwah Al-Ladzina Ruwiya ‘Anhum Al-Hadist. Keterangan lebih jelasnya, silahkan melihat Tarikh At-Turats, 1/238, karya Fu’ad Sazkin.
7. Sebagian Kisah dan Mutiara Katanya
Al-Khaththabi berkata, “ Abdullah bin Muhammad Al-Maska telah memberikan kabar kepadaku, ia berkata, “ Abu Bakar Ibnu Jabir, pelayan Abu Dawud, telah memberikan kabar kepadaku, dia berkata,” Waktu itu aku bersama Abu Dawud di Baghdad. Ketika aku tengah shalat Maghrib, tiba-tiba datang seorang amir bernama Abu Ahmad Al-Muwaffaq.
Ketika amir masuk, dan Abu Dawud melihat kedatangannya, maka dia menyambutnya. Abu Dawud berkata,” Ada apakah gerangan sehingga amir datang kemari di waktu seperti ini?”
Amir itu menjawab,” Yang membuatku datang kemari adalah tiga hal.” Ketika Abu Dawud menanyakan tiga hal tersebut, amir pun menjelaskan maksudnya dengan berkata, “ Aku meminta agar kamu pindah dari sini dan ambilah Bashrah sebagai tempat tinggalmu agar orang-orang yang mencari ilmu datang kepadamu untuk menimba ilmu dan berguru kepadamu. Sesungguhnya semangat mencari ilmu kini telah merosot akibat peristiwa Az-Zanji, ini yang pertama.
Keduanya, ajarkan kepada anak-anakku hadist, dan ketiganya adalah buatlah pertemuan khusus buat anak-anakku. Sesungguhnya anak penguasa tidak bisa duduk bersama masyarakat umum,”
Abu Dawud lalu berkata,” Yang pertama dan yang kedua aku dapat menyanggupinya. Adapun yang ketiga, aku tidak bisa melakukannya. Sesungguhnya semua manusia dalam hal ilmu adalah sama.”
Ibnu Jabir menambahkan, Anak-Anak amir itu akhirnya datang dan duduk dalam pengajian Abu Dawud dengan satir pembatas dari peserta pengajian yang lain,”1
Al-Khathib meriwayatkan dengan sanad dari Abu Bakar bin Abi Dawud, ia berkata,” Aku telah mendengar ayahku berkata, “ Syahwat yang tersamar adalah cinta kekuasaan,”2
Dalam kesempatan yang lain, Abu Bakar bin Abi Dawud berkata, “ Aku pernah mendengar ayahku sedang berkata,”Sebaik-baik pembicaraan adalah sesuatu yang masuk ketelinga tanpa ada izin,”3
Abu Ubaid Al-Ajari berkata, “ Abu Dawud meninggal pada tanggal 16 Syawal tahun 275 Hijriyah.”4[*]
1 Komentar untuk "ABU DAWUD AS – SIJITANI SULAEMAN BIN AL-ASY’ATS"
HorePoker adalah Situs Judi Kartu Poker Online Terpercaya dengan permainan Poker Online, 99 Domino Poker Indonesia yang mendapatkan label situs terpercaya.
Hore Poker Menerima Deposit Via Pulsa, Deposit Via GO-PAY, Deposit Via OVO.
IDN Poker
IDN Play
poker online
judi kartu
deposit via pulsa
deposit via ovo
deposit via go-pay